Luar Biasa! Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutku selepas menonton film ini. Aku benar-benar terkesan. Sebuah film yang patut diacungkan dua jempol..!
Yang ingin kutandasi adalah pesan-pesan indah yang disampaikan oleh film ini. Setidaknya ada satu kalimat penuh makna yang membuat ku berkesan; “Sabar dan Ikhlas, itu Islam!”. Hah… dalam sekali makna kalimat ini. Dan yang lebih membuatku terkesan adalah, cara menyampaikan pesan ini, sama sekali jauh dari kesan menggurui.
Sabar dan Ikhlas, itu Islam!
Kalimat ini diucapkan oleh teman Fahri di penjara. Tidak diceritakan siapa sebenarnya tokoh ini. Hanya saja dari sosok yang terlihat, dia adalah seorang kriminal yang sudah lama mendekam di penjara, kumal dan hampir mirip orang gila.
Kalimat itu diucapkannya, ketika Fahri mencapai puncak keputusasaannya akibat cobaan bertubi-tubi yang dihadapinya. Gara-gara dituduh memperkosa Noura, sang gadis Mesir, dia dipenjara, dan berakibat dia dikeluarkan dari Al-Azhar, universitas tempat dia kuliah. Padahal, tujuannya berada di Negeri Piramid ini adalah untuk menuntut ilmu di universitas terkenal itu. Dan sekarang, semuanya terenggut dari sisinya, hanya gara-gara sebuah fitnah.
Di saat dia mengekspresikan kekecewaannya itulah, sang sahabat satu selnya itu menunjukkan “siapa” dirinya lewat nasehat yang benar-benar pas, dan diikuti dengan ekspresi yang membuat bulu kudukku berdiri. Kira-kira beginilah dialognya:
“Kamu tahu Fahri, apa yang sedang terjadi pada dirimu saat ini?”
“Aku difitnah…!”
“Tidak…! Tapi, ketahuilah, bahwa sesungguhnya, saat ini Allah sedang berbicara kepadamu. Dia berbicara kepadamu lewat penderitaanmu. Dia sedang mengajarimu arti sebuah kesombongan”
“Apa yang aku sombongkan? Aku tidak punya apa-apa. Aku bantu perempuan itu, karena aku menghormati perempuan. Tapi lihat, apa balasannya kepadaku? Dia memfitnahku!”
“Itulah kesombonganmu..! Kamu merasa paling benar! Merasa paling suci! Ingat, ketika Nabi Yusuf dipenjara karena difitnah oleh Zulaikha? Beliau lebih memilih dipenjara. Dalam doanya, beliau berkata: “Ya Allah, jika penjara lebih baik bagiku daripada di alam bebas, maka aku ikhlas menerimanya”. Lihat Fahri, Nabi Yusuf lebih memilih berada di penjara, asal bisa tetap dekat dengan Allah, daripada di alam bebas, tapi berkumpul dengan orang-orang yang penuh dusta!”
“Lantas, aku harus bagaimana?”
“Kamu harus sabar dan ikhlas Fahri, karena itulah inti Islam. Saat ini, kesabaran dan keikhlasanmu atas hidupmu sedang diuji. Jangan pernah putus asa. Jadi ingat, SABAR DAN IKHLAS, ITULAH ISLAM!”
Kalimat ini sangat pas untuk mematahkan pandangan orang terhadap Islam; kasar dan arogan. Setidaknya kesan ini juga digambarkan pada salah scene ketika Fahri untuk pertama kalinya bertemu dengan Aisha, yang kelak jadi istrinya.
Saat itu, di atas kereta listrik, di perjalannya menuju kampusnya, Fahri melihat dua orang Amerika yang diberikan tempat duduk oleh Aisha, didamprat habis-habisan oleh seorang Arab. Si Arab memarahi Aisha atas sikapnya itu, sebab menurutnya, orang kafir, terutama Amerika, haram diberi kemudahan, karena mereka telah banyak berbuat jahat kepada Islam. Fahri membela Aisha, dan berakibat dia berseteru hebat dengan orang Arab tersebut, sampai akhirnya sebuah bogem mentah mendarat di pipi Fahri.
Lucunya, si Arab setiap diucapkan “Allahumma shalli ‘ala Muhammad“, secara otomatis emosinya langsung reda. Tapi, sekejap itu juga, dia kembali marah-marah. Bahkan, di akhir cerita, setelah dia meninju wajah Fahri, dia mengucapkan istighfardan segera berlalu dari tempat itu, namun tetap sambil mengumpat dengan segala sumpah serapah.
Di sinilah kalimat Sabar dan Ikhlas itu menjadi kalimat kunci. Wajah Islam yang ditunjukkan si Arab tadi, seolah ingin dibantah melalui kalimat ini. Kesabaran dan keikhlasan harus menjadi ciri seorang muslim. Dan itulah Islam yang sesungguhnya, bukan seperti yang ditunjukkan oleh si Arab tadi.
Bravo! Aku benar-benar salut dengan film ini. Idealis, menghibur dan mendidik.