“Sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik maka seluruh tubuhnya akan baik. Segumpal daging itu adalah hati.” (HR Muslim dan Baihaqi)
Pada saat musim PEMILU 2009 kemarin, seorang teman yang mencalonkan diri menjadi salah satu wakil dari Perwakilan Daerah, menceritakan beberapa kejadian pada saat aktivitas sebelum sampai dengan sesudah masa kampanye. Bukan tentang KPU dan segala keruwetannya, atau tentang penyebab mengapa akhirnya dia tidak ikut terpilih, karena mungkin dia juga sudah tahu kalau saya punya pikiran PEMILU kemarin entah kenapa rasanya tidak Fair saja, dan banyak hal yang sangat janggal sekali.
Justru penuturan dia sangat menarik sekali bagi saya, karena teman saya memperlihatkan salah satu e-mail dari seorang paranormal, tentang penawaran jasa dari Paranormal tersebut. Cukup geli juga, karena saya pikir selama ini mereka (paranormal) biasanya menawarkan diri melalui iklan-iklan di media masa, ternyata ada juga yang proaktif seperti itu, dalam e-mail tersebut dipaparkan mengenai keahlian dan tentu saja tidak lupa tautan ke sebuah blog pribadi milik paranormal tersebut. Ya tidak jauh berbeda, isi blognya memang memperlihatkan banyak foto dan paket penawaran jasa apa saja yang bisa diberikan serta tentu saja ada juga beberapa testimoni.
Terlepas dari penuturan teman saya tersebut, ada hal yang cukup menggelitik, ketika fenomena dunia gaib mulai marak dalam 5 tahun terakhir ini, baik melalui media elektronik ataupun iklan-iklan yang beredar dalam surat kabar. Sangat beragam juga permasalahan “pergaiban” yang muncul atau dihadirkan kepada masyarakat tersebut, dulu ketika marak-maraknya reality show atau entah apa namanya yang menyangkut seputar pencarian barang-barang gaib, makhluk halus, tempat-tempat angker, sampai dengan acara parodi gaib untuk menakut-nakuti teman atau orang-orang lain yang dikemas cukup menarik. Saya pikir mungkin pihak media cukup jeli melihat fenomena tersebut, dan bagi mereka tentunya bagaimana caranya mendongkrak rating dengan acara-acara seperti itu, ujung-ujungnya bermuara ke fulus juga.
Tidak jauh berbeda dengan dunia maya, ketika saya googling mengenai “pergaiban”, lagi-lagi fenomena gaib ini di dunia maya (menurut saya dunia maya gaib juga sih), ternyata lebih marak lagi, ketika kita ketikkan keyword “ilmu pelet” misalkan, maka muncul banyak tautan, baik ke blog, website ataupun forum diskusi mengenai seputar “ilmu pelet” tersebut, dari yang mulai menawarkan jasa “memelet” (bukan menjulurkan lidah), atau memberikan pelajaran ilmu pelet berikut tipsnya, sampai dengan paket penawaran jasa untuk bisa mempelajari atau bahkan melakukan sendiri ritual “memelet” itu sendiri. Luar biasa memang. Bahkan ada juga yang sampai menawarkan paket keanggotaan untuk secara periodik memperoleh kiriman ilmu (mantera) seputar dunia “pergaiban”, dari mulai mantera pengasihan sampai dengan mantera pesugihan, tapi tentunya harus membayar paket keanggotaan yang dalam waktu tertentu harus diperpanjang lagi alias mesti daftar ulang.
Tidak jelas dan tidak ada data pasti apakah mereka yang menggunakan jasa tersebut memang merasakan hasilnya, atau mereka yang ingin belajar “pergaiban” lantas jadi ahli juga atau minimal maksud dan tujuannya tercapai. Karena beberapa testimoni yang saya baca, diragukan sekali keabsahannya.
Kali saya hanya ingin membicarakan dari sisi manusianya, kalau kelakuan seperti itu jelas menyimpang dari akar kepercayaan kita kepada sang Kholik, ada sikap ketergantungan dan meminta pertolongan kepada selain daripada-Nya. Ujung-ujungnya tentu saja jadi musyrik !.
Di bawah ini ada sebuah artikel menarik yang saya rangkum, bahwa ternyata kita lebih baik introspeksi diri dari pada kita melakukan hal-hal “pergaiban” seperti di atas.
“Keinginan untuk mengetahui tentang cela yang tersembunyi dalam batinmu, itu lebih baik daripada keinginanmu untuk mengetahui masalah-masalah gaib yang engkau tidak mampu mengalaminya.” (Syekh Ibnu Atailah)
Usaha untuk mencapai makrifat kepada yang gaib, memang tidaklah mudah. Diperlukan ilmu yang berkaitan dengan itu, disamping pengalaman rohani kita sendiri yang terus menerus dilatih dalam hubungan dengan interaksi hamba dengan ma’bud-nya. Namun demikian perlu diketahui bahwasanya barang gaib itu adalah rahasia Allah. Manusia hanya diberi sedikit ilmu untuk sampai kesana. Sedangkan keinginan manusia sebagai hamba Allah, terus menerus berusaha dalam batas ilmu insani untuk mengetahui dan mendapatkan semaksimal mungkin tentang hal yang gaib, dalam hubungan ritualnya dari masa ke masa.
Untuk mencapai maqam yang mulia dan suci itu, belum cukup bagi seorang hamba hanya dengan ilmu belaka. Diperlukan sesuatu yang lain untuk memperlengkapi syarat-syarat mengetahui yang gaib dan bermakrifat kepada Allah Ta’ala. Pembersihan dan pensucian jiwa dan hati diperlukan. Karena perjalan menuju Allah dalam Makrifat, adalah perjalan yang suci dan mulia. Koreksi diri dan instropeksi jiwa diperlukan pula, agar mampu mengetahui segala sesuatu yang menyangkut kesucian. Bersih diri dan hati dari angkuh dan bangga. Bersih diri dari iri dan dengki serta keinginan duniawi yang menyesatkan, seperti tamak, tinggi diri, merasa lebih dari hamba Allah lainnya, bahkan menunjukkan kelebihannya kepada para hamba yang berkekurangan, dan lain-lain yang sangat tidak sesuai dengan niat hendak mendekati Allah dan bermakrifat kepada-Nya. Hati dan jiwa yang kotor, tidak mampu mendekati kegaiban. Kebodohan hamba mencapai makrifat dengan hanya sekedar keinginan belaka, tidak akan menambah iman, bahkan bisa menyesatkan iman, dan bisa juga menuju jalan sesat.
Oleh karena itu, meneliti aib dalam hati dan kotoran yang melekat pada jiwa, serta berusaha membersihkannya adalah lebih utama bagi seorang hamba daripada sekedar mepunyai keinginan mencapai kegaiban Illahiyah tanpa memenuhi syarat-syarat yang tersebut di atas. Riyadatunnafs dikerjakan tidak semata-mata didorong oleh keinginan, akan tetapi diperlukan kesungguhan yang tidak dimasukkan niat lain, kecuali semata-mata untuk mecapai rida Allah.
Abu Hamid Al Ghazaly dalam kitabnya “Riyadunnafs”, mengemukakan bahwa, untuk mengoreksi aib diri, bisa dengan jalan : Duduk-duduk bersama (bergaul) dengan orang alim yang dapat memperingatkan aib kita, dengan contoh-contoh yang dapat membersihkan diri dari aib yang melekat dalam sanubari kita. Bersahabat dengan orang-saddiqin (yang memiliki kebersihan jiwa) yang akan mengingatkannya dikala seorang hamba lupa.
Nah, jelas sekali bahwa ilmu Allah itu sangat luas sekali, dan kita manusia yang bodoh ini tidak akan mampu untuk menampung semua ilmu Allah, upaya kita hanyalah bagaimana caranya kita membersihkan diri kita saja, karena dengan hati yang bersih seperti cermin, maka ilmu Allah akan terpantul kedalam hati kita, jadi kita tidak usah ngoyo ingin bisa menerawang lah, ingin bisa meraga sukma lah, atau ingin disegani orang lah, apalagi ingin kuat dibacok, wah bablas deh.
Kembali ke PEMILU tadi, teman saya memang orang yang cukup teguh dalam ke-Tauhidannya, sehingga baginya biasa-biasa saja kalah dalam PEMILU, yang penting dalam prosesnya tidak menyimpang, sampai-sampai harus berikhtiar secara gaib, mungkin kalau saya cermati, ikhtiar secara gaibnya adalah berdoa dan berserah diri kepada Allah, setelah berikhtiar secara konkret. Jadi jangan sampai setelah kalah PEMILU, aqidah jadi rusak, mental jadi rusak, akhirnya jiwa pun jadi sakit.
Bagi yang patah hati atau kesengsem sama seseorang pun, mending kita berupaya secara konkret saja, lebih baik interopeksi diri saja. Karena kalau berikhtiar dengan hal “pergaiban” itu “kalah menang jadi abu”, artinya yang “digaibi” juga rugi, yang “menggaibi” juga rugi, yang pasti dukun (paranormal) dan Jin (setan) lah yang jelas diuntungkan.
Tafakur kepada Allah, ciptaan-Nya, serta dengan bertafakur kepada diri sendiri, adalah salah satu upaya yang sangat baik dalam rangka menginteropeksi diri, dan memperbaiki aib dalam diri. Dengan berdzikir menggaungkan asma-Nya dalam qolbu kita, membiarkan hawa Ke-Maha Sucian Allah masuk ke dalam tubuh kita seiring dengan nafas kita, pasti jauh lebih baik daripada kita memikirkan kalau membaca amalan tertentu kita bisa jadi sakti, atau si anu jadi sayang sama kita.
Maha Suci Allah, dan hanya kepada-Nya lah kita berlindung dan berserah diri…