Kisah
Abu Nawas dengan kisah petualangan Abu nawas, dan
Alhamdulillah bisa mengunjungi blog ini lagi.
Jika
tak dapat berkelit dari hukuman, maka bukan Abu Nawas namanya. Ia selalu
memiliki banyak cara dan alasan agar lolos dari hukuman.
Dengan
tenangnya Abu Nawas ini menduduki singgasana raja, bahkan ia sampai menjual
harga diri rajanya agar lolos dari hukuman.
Kecerdikan
akal dan pikiran Abu Nawas sudah tersebar di seluruh penjuru kerajaan yang
dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid. Bahkan raja sendiri pun mengakui kehebatan
Abu Nawas hingga mengajaknya tinggal di istana.
Raja
Harun telah memberikan kebebasan kepada Abu Nawas untuk keluar masuk istana
tanpa prosedur yang berbelit. Dengan hadirnya Abu Nawas di istana, maka raja
dapat setiap saat meminta pertimbangan, pendapat kepada Abunawas dalam setiap
keputusannya, sebagai penasehat kerajaan.
Namun,
tampaknya kali ini Abu Nawas mulai bosan tinggal di istana, ia tidak terbiasa
dengan hidup berfoya-foya. Meskipun semua yang diinginkan selalu tersedia,
namun Abu Nawas memilih ingin tinggal di luar istana, ia rindu sekali untuk
menggarap sawah dan merawat hewan ternaknya.
Dari
sinilah kenudian muncul dalam pikiran Abu Nawas untuk keluar dari istana.
Diputarlah otaknya untuk mencari alasan agar ia bisa keluar.
Menduduki
Singgasana Raja
Setelah
semalamam dipikirkan, Abu Nawas menemukan cara jitu untuk keluar dari
lingkungan istana.
Pada
keesokan harinya, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali kemudian pergi ke ruang
utama istana. Saat itu suasana masih sepi, hanya terdapat beberapa pengawal.
Raja Harun sendiri masih terbaring di tempat tidurnya.
Pada
saat Abu Nawas itulah Abu Nawas mendekati singgasana raja dan mendudukinya. Tak
hanya itu saja, Abu Nawas juga mengangkat kaki dan menyilangkan salah satu
kakinya seolah-olah dialah rajanya.
Melihat
kejadian itu, beberapa pengawal kerjaaan terpaksa mengangkap Abu Nawas. Mereka
menilai bahwa siapapun tidak berhak duduk di singgasana raja kecuali Raja Harun
sendiri.
Barang
siapa yang menempati tahta raja, termasuk dalam kejahatan yang besar dan
hukuman mati yang diberikan.
Para
pengawal menangkapAbu Nawas kemudian menyeretnya turun dari tahta dan
memukulinya.
Mendengar
teriakan Abu Nawas yang kesakitan, raja menjadi terbangun dan menghampirinya.
'Wahai
pengawal, apa yang kalian lakukan?" tanya raja.
"Ampun
Baginda, Abu Nawas telah lancang duduk di singgasana Paduka, kami terpaksa
menyeret dan memukulinya," jawab salah seorang pengawal.
Sesaat
setelah itu, Abu Nawas tiba-tiba saja menangis. Tangisannya sengaja ia buat
kencang sekali sehingga banyak menyita perhatian penduduk istana lainnya.
"Benarkah
yang dikatakan pengawal itu wahai Abu Nawas?" kata Raja Harun.
"Benar
Paduka," jawan Abu Nawas.
Tujuan
Keluar Istana Tercapai
Raja
sangat terkejut dengan penuturan Abu Nawas itu. jika sesuai peraturan yang ada,
Abu Nawas akan dikenai hukuman mati. Namun, Raja Harun tak sampai hati
melaksanakannya mengingat begitu banyak jasa yang diberikan Abu Nawas kepada
kerajaan.
"Sudahlah,
tak usah menangis. Jangan khawatir, aku tidak akan menghukummu. Cepat hapus air
matamu," ucap sanga raja.
"Wahai
Baginda, bukan pukulan mereka yang membuatku menangis, aku menangis karena
kasihan terhadap Paduka," kata Abu Nawas yang membuat raja tercenganng
oleh ucapan itu.
'Engkau
mengasihaniku?" tanya Raja Harun.
"Mengapa
engkau harus menagisiku?" kata raja lagi.
Harga
Diri Raja Tercoreng
"Wahai
raja, aku cuma duduk di tahtamu sekali, tapi mereka telah memukuliku dengan
begitu keras. Apalagi paduka, paduka telah menduduki tahta selama dua puluh
tahun. Pukulan seperti apa yang akan paduka terima? Aku menangis karena
memikirkan nasib paduka yang malang," jawab Abu Nawas.
Jawaban
itu membuat raja tak bisa berbuat apa-apa.
Ia tak
menyangka Abu Nawas menjual harga dirinya di depan banyak pengawal. Oleh karena
itu, Raja Harun hanya menghukum Abu Nawas untuk dikeluarkan dari istana.
"Baiklah
jika demikian, mulai detik ini kamu harus keluar dari sitanaku," kata raja
sedikit geram.
"Terima
kasih paduka, memang itulah yang saya kehendaki," balas Abu Nawas sambil menyalami
Raja Harun untuk kemudian pamit keluar dari istana.