MENGAPA AKU SELALU TERSENYUM KEPADAMU?
Aku tersenyum,
karena aku melihat dirimu dari tempat yang memungkinkan ku melihat kenaikan derajatmu jika engkau percaya.
Aku tersenyum,
karena aku melihat kebaikan dalam dirimu yang sedang kau biarkan kalah di bawah kepentinganmu yang tidak penting.
Aku tersenyum,
karena aku melihat bagaimana engkau tersiksa karena kekesalan mu terhadap dirimu sendiri yang sering berlaku palsu.
Lebar senyumku,
karena mendengar mu berjanji tidak akan berlaku sombong, tetapi mengatakannya dengan kalimat-kalimat seseorang yang angkuh.
Lucu senyumku,
karena
mendengar kesediaanmu untuk memaafkan orang lain, dengan kesungguhan
untuk memastikan bahwa mereka tahu bahwa hanya engkau yang benar.
Haru senyumku,
karena melihat upayamu untuk mendapatkan kasih sayang, dengan cara-cara yang mengusir kasih sayang.
Dan semua kesabaran dalam senyumku itu ada,
karena aku sedang menanti saat di mana engkau berlaku tegas untuk menjadi pribadi yang baru.
Dan hatimu berkata lirih,
Aku, sebagai pribadi yang baru?
Ya …,
aku mendengar keraguanmu itu …
Engkau
dan aku tahu bahwa pribadi yang baru itu tidak akan pernah bebas untuk
menjadi betul-betul baru, karena akan selalu ada sisa-sisa dari
kenyamanan mu dalam cara-cara yang lama itu yang mencoba memasuki
ruang-ruang indah dari pembaruan dirimu.
Tetapi ini yang harus kau mengerti,
bahwa
Pribadi apapun yang mengupayakan perbaikan,
adalah sudah baru.
Siapapun yang menginginkan dirinya menjadi baik,
sudah menjadi orang baik.
Kebaruan mu bukan datang karena engkau telah meninggalkan semua diri lama mu.
Kebaruanmu dimulai dari niatmu untuk menjadi pribadi baru.
dan
Kesungguhanmu dinilai dari yang betul-betul engkau lakukan.
Aku
tersenyum, karena aku yakin engkau akan sampai pada akal-sehatmu.
Engkau tak akan mampu berlama-lama berbaring dan mengeluh dalam
kelemahan, tanpa akhirnya mengerti bahwa engkau berperan sangat besar
dalam pelemahanmu sendiri.
Bukankah engkau juga bisa sombong? Bukankah itu berarti engkau mampu merasa lebih berkualitas daripada orang lain?
Tetapi mengapakah mereka yang kau sombongi itu, banyak yang lebih sejahtera dan damai hidupnya?
Adikku terkasih,
Aku tersenyum karena memang engkau sebetulnya pribadi yang sangat berkualitas, tetapi yang sedang menelantarkan kualitasnya.
Ingatlah,
bukan tidak cukup baiknya kualitasmu, tetapi tidak cukupnya penggunaan
dari kualitasmu, yang telah melemahkan kehidupanmu.
Aku tersenyum, karena aku tahu engkau akan sampai pada titik pengertian pengindah kehidupanmu.
Hanya, ini yang ingin aku ingatkan;
Berapa banyakkah waktu yang akan kau boroskan lagi dalam pelemahan dirimu,
sebelum
engkau bangkit dengan greget rahang yang tegas untuk berdiri tegak,
untuk menyiramkan minyak ke matahari di balik matamu, dan untuk menyulut
guntur di dalam kerongkonganmu?
Adikku yang dititipkan oleh ibumu kepada ibuku,
Aku
tersenyum, karena aku tahu engkau akan membanggakan Tuhan dengan
ketegasan untuk melakukan sebanyak mungkin yang bisa kau lakukan, dan
menyerahkan sesedikit mungkin yang tak bisa kau lakukan - kepada Tuhan.
Sekarang, janganlah hanya menunggu.
Menunggulah sebagai pribadi yang peka hatinya, yang aktif pikirannya, yang santun cara-caranya, dan yang bertenaga kehadirannya.
Sekarang,
Tersenyumlah engkau bersamaku.
[Mario teguh]