PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PELAJAR SEKOLAH DI BAWAH UMUR DI WILAYAH HUKUM POLRES METRO JAKARTA SELATAN
A. Latar Belakang
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh serasi, selaras, dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. Disadari bahwa pengawasan sosial semakin banyak secara formal, melalui hukum, peraturan, dan perintah yang ditegakkan oleh polisi, pengadilan, dan penjara.
Pengawasan sosial informal yang lemah banyak mengakibatkan meningkatnya kekacauan pribadi, seperti tercermin dalam kenakalan anak, kejahatan, pelacuran, ketagihan minuman keras dan narkoba, bunuh diri, kelainan jiwa, keresahan sosial, dan kehidupan politik yang tidak stabil. Perkembangan di lingkungan masyarakat tidak hanya mempunyai fungsi ekonomi tetapi juga berfungsi sebagai tempat tumbuhnya pusat interaksi yang mempengaruhi nilai dan norma anggota masyarakat tersebut, dapat mendukung maupun menolak semua perubahan yang dirasakan, tidak sesuai bahkan mungkin cenderung melanggar norma atau hukuman. Sehingga hal ini menyebabkan terjadinya keresahan masyarakat menghadapi kenakalan remaja, kejahatan-kejahatan yang dilakukan dengan sadis dan kejam, di mana para pelakunya melibatkan bukan saja para remaja tetapi juga oleh anak-anak di bawah umur. Misalnya anak-anak pelajar sekolah baik tingkat SLIP maupun tingkat SMU yang ada ditengah-tengah masyarakat kita.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja berupa tindak pidana dengan kekerasan yang pada beberapa tahun sebelumnya masih dapat ditolerir, dan dianggap wajar ternyata telah berubah menjadi tindakan-tindakan kriminal yang sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat. Masyarakat menuntut agar tingkah laku pelajar tersebut harus dikenakan sanksi pidana secara tegas. Mencermati fenomena yang terjadi di lingkungan anak-anak sekolah tersebut, maka kiranya perlu mendapatkan atensi secara khusus untuk dilakukan terobosan-terobosan baru guna menyelamatkan masa depan anak-anak pelajar sekolah ini. Karena bagaimanapun mereka adalah aset-aset bangsa yang akan meneruskan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia dimasa mendatang. Penanganan kenakalan remaja yang tidak tepat serta sikap keraguraguan aparat penegak hukum dalam menangani kriminalitas yang dilakukan oleh pelajar sekolah, secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong suatu penyimpangan sosial yang semakin jauh dari pelajar sekolah.
Aparat kepolisian terkesan kehilangan konsep dalam menangani masalah kriminalitas dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak pelajar sekolah. Oleh karena itu Polri sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat serta sebagai aparat penegak hukum dituntut untuk cepat tanggap dalam menjawab image negatif tersebut. Dari sinilah Polri harus mampu menunjukan profesionalismenya didalam mengatasi suatu problem yang sedang dihadapi masyarakat. Perlu disadari bahwa keberadaan petugas Polri akan sangat dirasakan oleh masyarakat apabila dalam pelaksanaan tugasnya dapat memberikan dampak positif untuk memenuhi keinginan masyarakat. Dalam hal ini yang diinginkan oleh masyarakat yaitu agar Polri dapat memberikan rasa aman, masyarakat merasa terlindungi baik secara moril yaitu perasaan tenteram akan terjaminnya keselamatan jiwa individu baik di lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, dan perjalanannya maupun secara materi il berupa perlindungan harta benda dan tempat tinggal.
Sebetulnya upaya untuk mengupas penyebab tindak kriminal yang dilakukan secara sadis dan brutal oleh anak sekolahpun telah dibahas oleh berbagai pihak yang peduli terhadap anak muda ini. Sejumlah pakar dari berbagai profesi dan kalangan telah melakukan analisa dan mengemukakan pandangan-pandangannya terhadap berbagai tindak penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak pelajar sekolah yang menurutnya telah mengalami suatu pergeseran yang sudah sangat membahayakan, dan mengganggu ketentraman kehidupan masyarakat. Adrianus Meliala, Seorang kriminolog dari Universitas Indonesia menyatakan pendapatnya bahwa brutalisme pelajar di kota- kota merupakan gejala baru dan akan selalu ada karena sistem sekolahan bersifat masif. Artinya, proses pembelajaran yang bersifat klasikal terkadang tidak menguntungkan bagi pendidikan.
Hal ini disebabkan sekolah sudah bergeser fungsinya sebagai ‘kapitalisme pendidikan. ’ Ditambahkannya bahwa salah satu penyebabnya adalah sistem pendidikan nasional yang hanya mengedepankan aspek kognisi tanpa diimbangi pendidikan moral. Sementara itu, pelajar secara nyata di depan mata sering melihat banyak kejadian yang mencerminkan tindakan brutal atau melawan hukum yang dilakukan anggota masyarakat lain bahkan pejabat negara sendiri. Kebijakan pemerintah yang mengesampingkan kebutuhan sarana dan prasarana pendukung pendidikan juga dapat memicu tindakan brutal pelajar (Media Indonesia, Rabu 16 Januari 2008). Bahkan tindakan penyimpangan tersebut sudah termasuk sebagai tindak kriminal dan bukan lagi sebagai kenakalan remaja. Seperti peristiwa yang terjadi dijalan Sultan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jaksel pada hari kamis malam tanggal 8 November 2007. Sekelompok pelajar yang berjumlah sekitar 30 orang, membajak Metromini S-74 jurusan Blok M-Rempoa dan merampok para penumpangnya . Dalam kejadian tersebut seorang penumpang dibacok dan sebagian yang lainnya kehilangan sejumlah uang dan barang berharga lainnya.
Dengan bantuan warga setempat, polisi berhasil menangkap 11 orang pelakunya. Polisi juga berhasil menemukan sebuah celurit bernoda darah, selain gunting, parang, dan keris. Para pelajar yang tertangkap tersebut berasal dari sekolah-sekolah di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat dan sekitarnya. Mereka adalah gabungan pelajar SMU dan SMK yang sering bertemu saat pulang sekolah (Jawa Pos, 8 November 2007). Tindakan-tindakan seperti itu merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh pelajar . Pelajar sekolah adalah termasuk kelompok usia remaja, merupakan kelompok usia yang masih labil didalam menghadapi masalah yang harus mereka atasi. Dalam kondisi usia seperti ini, maka para pelajar cenderung mengedepankan sikap emosional dan tindakan agresif. Pada tahap ini adalah tahap dimana mereka sedang mencari jati dirinya masingmasing.
Mereka berusaha agar diakui keberadaannya oleh pihak lain. Mereka mencoba mengidentifikasikan dirinya sebagai remaja yang berbeda di lingkungan sekitarnya, di sekolahnya, di jalan, bahkan dimasyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka mempromosikan diri mereka sendiri, suatu saat mereka bertemu dengan rekan-rekan yang bernasib sama, dengan sendirinya mereka akan membentuk suatu kelompok tertentu. Dilihat dari kaca mata pelajar, maka mereka menganggap bahwa tindakan yang telah mereka lakukan hanyalah suatu manisfestasi simbolik dari penyaluran aspirasi mereka sebagai konsekuensi dari perlakuan yang dirasakan tidak adil terhadapnya. Oleh karena itu maka perlu penanganan secara tepat terhadap para pelajar yang melakukan berbagai bentuk tindak pidana dengan kekerasan, termasuk dalam hal penegakan hukumnya. Upaya–upaya koordinasi antar berbagai pihak maupun instansi yang terkait perlu segera dilakukan, untuk mendapatkan suatu langkah atau cara yang terbaik didalam menangani dan menyelamatkan masa depan para pelajar sekolah yang bermasalah tersebut.
Bagaimanapun pelajar merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya, karena mereka merupakan pewaris masa depan bangsa dan negara pada masa yang akan datang. Apabila mereka tidak disiapkan sebaik mungkin dari saat sekarang maka masa depan bangsa dan negarapun akan terancam kehancuran dan kerusakan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis terdorong untuk menulis penulisan hukum dengan judul : “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PELAJAR SEKOLAH DI BAWAH UMUR DI WILAYAH HUKUM POLRES METRO JAKARTA SELATAN”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak pelajar sekolah di bawah umur di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan?
2. Hambatan-hambatan apa dan bagaimana pemecahan masalah tersebut dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak pelajar sekolah di bawah umur di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan?