Menjaga Beningnya Hati
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan, ketahuilah… Sesuatu yang paling
berharga pada diri manusia adalah hatinya. Hatilah yang bisa mengenal
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati pulalah yang menjadi pendorong
amal dan usaha. Sementara anggota tubuh hanyalah melayani dan
mengikutinya, laksana pelayan terhadap rajanya. Semua bekerja atas
perintahnya. Karena perintah hatilah, seseorang hamba senantiasa
istiqomah di atas ketaatan dan karena hatilah, seseorang melakukan
penyimpangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, di dalam tubuh ada segumpal daging. Bila ia baik,
maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak
pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 52 dan Muslim, no. 1599).
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Hati ibarat
seorang raja dan anggota badan ibarat prajuritnya. Apabila rajanya baik
maka baik pula seluruh prajuritnya. Dan apabila raja rusak, maka rusak
pula seluruh prajuritnya.” (Majmu’ Fatawa, X/15)
Maka, memperhatikan dan meluruskan hati merupakan perkara yang paling utama bagi orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian pula, dengan mengkaji penyakit-penyakit hati dan belajar
bagaimana cara mengobatinya, merupakan bentuk ibadah yang paling utama
bagi ahli ibadah.
Kaum muslimin yang kami muliakan, hati manusia bisa hidup dan bisa
mati, bisa sakit dan bisa sehat sebagaimana halnya badan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik:
فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا … (10)
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya.” (QS. Al-Baqarah: 10).
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa hati manusia dapat terkena
penyakit dan penyakit yang dideritanya bisa bertambah. Bahkan hati bisa
mati karena penyakit yang dideritanya. Setiap kemaksiatan yang dilakukan
oleh anak Adam adalah racun sekaligus penyakit yang dapat merusak
kesucian hatinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya
seorang hamba apabila melakukan suatu dosa, maka akan muncul di hatinya
satu bintik hitam. Jika ia menyesal, beristighfar dan bertaubat, maka
hatinya menjadi cemerlang. Jika ia mengulanginya lagi, maka titik hitam
yang ada dalam hatinya bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah Ar-Raan
yang disebutkan oleh Allah Ta’ala:
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (14)
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”
(QS. Al-Muthaffifiin: 14).” (Diriwayatkan oleh Ahmad II/297,
at-Tirmidzi, no. 3334, an-Nasaa’i, Ibnu Majah, no. 4244, dan al-Hakim,
II/517. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohiihul Jamii’, no. 1670 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Pentingnya Menjaga Hati
Kaum muslimin yang kami muliakan, sesungguhnya kekuatan seorang
mukmin terletak di dalam hatinya. Apabila hati itu sehat dan kuat, akan
terpancar padanya kekuatan untuk melakukan berbagai amal shalih. Jika
hati itu lemah, maka akan lemah pula kekuatannya untuk beramal shalih.
Sungguh indah ucapan Syumaith rahimahullah, “Sesungguhnya
Allah meletakkan kekuatan seorang mukmin di dalam hatinya, bukan pada
anggota tubuhnya. Tidakkah engkau melihat orang tua yang sudah lemas,
masih berpuasa di siang hari yang panas dan bangun di malam hari (untuk
sholat malam)? Padahal orang yang masih muda tidak sanggup
melakukannya.” (Hilyatul Auliya’, III/130)
Seorang hamba yang mengharapkan keridhoan Rabb-nya dan kebahagiaan
abadi di hari Akhir hendaknya benar-benar memberi perhatian khusus pada
usaha penyucian hatinya. Keselamatan dan kesengsaraan seorang hamba,
keberhasilan atau kegagalannya, bahkan masuknya ke dalam Surga atau
Neraka, berkaitan erat dengan baik atau buruknya hati, yakni sehat atau
sakitnya hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan hati itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9 – 10).
Macam-Macam Hati
Hati manusia terbagi menjadi tiga. Qolbun Shohih (hati yang sehat),
Qolbun Mayyit (hati yang mati), dan Qolbun Maridh (hati yang sakit)
1. Qolbun Shohih (hati yang sehat atau hati yang selamat)
Qolbun Shohih adalah hati yang akan membawa keselamatan pada hari Kiamat saat berjumpa dengan Allah Ta’ala. Barangsiapa pada hari kiamat kelak menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan membawa hati yang sehat ini maka ia akan beruntung. Dan barang
siapa tidak membawa hati ini, dia akan celaka. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ (88) إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ (89)
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara: 88)
Hati yang selamat adalah hati yang terbebas dari syahwat dan keinginan-keinginan yang menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hati ini memurnikan pengabdiannya hanya kepada Allah semata. Bahkan
seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah semata. Dia mencintai dan
membenci karena Allah. Dia mencintai keimanan karena Allah, dia
mencintai amal shalih karena Allah, bersedekah karena Allah, berbakti
kepada orang tua karena Allah, bekerja karena Allah, mengajarkan
kebaikan karena Allah, dan seluruh aktivitas kebaikannya ia niatkan
karena ketaatannya kepada Allah.
Demikian pula ia membenci kemungkaran karena Allah, menghindari
minuman keras karena Allah, melarang perjudian karena Allah, dan dia
membenci seluruh keharaman adalah karena Allah.
Apabila hati itu sehat, maka ia akan merasakan kenikmatan dalam
setiap amal shalih yang ia lakukan. Inilah tanda sehatnya hati. Hati
yang sehat dan hidup ini apabila disodori perkara kebatilan atau
perkara-perkara yang buruk maka nalurinya akan condong menjauhinya dan
membencinya, serta tidak mau memperhatikannya.
2. Qolbun Mayyit (Hati yang mati)
Qalbun Mayyit (Hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat,
yakni hati yang tidak mengenal Rabb-Nya, tidak mencintai atau ridho
kepada-Nya. Hati ini selalu berjalan bersama-sama dengan syahwatnya dan
menuruti keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah
marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak lagi peduli apakah Allah
ridho dan murka terhadap apa yang dikerjakannya. Baginya, yang penting
adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. Hati ini telah mengabdikan dirinya
kepada selain Allah.
3. Qolbun Maridh (Hati yang sakit)
Qolbun Maridh (Hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki
kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit. Dalam hati
ini terdapat kecintaan kepada amal kebaikan, keimanan, keikhlasan dan
tawakkal kepada Allah Ta’ala, yang semua itu akan menjadi
sumber kehidupan baginya. Namun di sana tidak juga lepas dari kecintaan
kepada syahwat, hasad, meremehkan orang lain, cinta popularitas, dan
sifat ujub yang merupakan sumber bencana dan kehancuran baginya.
Hati yang sedang dicekam sakit ini akan mudah menjadi parah apabila
tidak diobati. Apabila hati menjadi lemah karena penyakit yang
diidapnya, maka syaithon pun mudah merasuk ke dalamnya lalu menimbulkan
berbagai macam penyakit di dalam hati tersebut.
Demikianlah tiga kondisi hati manusia. Hati yang pertama adalah hati
yang hidup, khusyu’, tawadhu’, lembut dan selalu terjaga. Hati yang
kedua adalah hati yang gersang dan mati. Sedangkan hati yang ketiga
adalah hati yang kadang-kadang dekat dengan keselamatan dan
kadang-kadang dekat dengan kebinasaan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keselamatan bagi kita semua. Amin.
Sumber: Buletin at-Taubah edisi 08