Syaikh Utsaimin rahimahullah Dan Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam
Diantara kepribadian Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin yang istimewa dan menonjol adalah pengagungan beliau terhadap sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.
Allah sebagai saksi bahwa aku belum pernah melihat orang yang begitu semangat dalam mengamalkan sunnah-sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam baik yang umum maupun pribadi melebihi Syaikh. Beliau telah mengungguli banyak orang –baik dari kalangan ulama apalagi selainnya- dalam kesemangatan terhadap sunnah. Syaikh adalah orang yang bersemangat untuk menjaga sunnah-sunnah nabi baik pada cara makan dan minumnya, berdiri dan duduknya, bangun dan tidurnya, penampilan dan pakaiannya serta segala sisi kehidupan beliau rahimahullah. Aku akan menceritakannya supaya dapat menjelaskan kehidupan beliau dalam mendahulukan dan mengamalkan sunnah.
Ayyuhal ikhwah..
Syaikh selalu berusaha untuk mengenakan pakaian putih bersih dalam rangka mengamalkan hadits ibnu Abbas bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda
البسوا من ثيابكم البياض فإنها من خير ثيابكم، وكفنوا فيها موتاكم
Kenakanlah pakaianmu yang putih karena ia adalah sebaik-baik pakaian kalian. Dan kafanilah orang yang meninggal diantara kalian dengannya (kain putih)[1]
Apabila ada sebagian sunnah yang beliau tinggalkan, hal ini dikarenakan udzur beliau berupa kesibukan dan sebab yang lainnya, seperti sunnah mewarnai rambut yang tidak beliau laksanakan. Apabila beliau ditanya,” Mengapa engkau tidak mewarnai rambutmu padahal Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan hal itu dengan jelas.?” Beliau menjawab,” Karena untuk melaksanakannya terdapat beban tenaga dan biaya.” Yaitu akan menyibukkan beliau dari pelaksanaan kewajiban dan sunnah-sunnah yang lebih penting. Beliau juga akan menyambungnya dengan perkataan Imam Ahmad tatkala ditanya tentang mewarnai rambut,” Apakah itu sunnah?” Imam Ahmad menjawab,” Itu adalah sunnah yang baik, seandainya memungkinkan untukku tentu aku akan melaksanakannya.” Imam Ahmad berudzur dari sunnah itu karena beliau tidak mungkin melaksanakannya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau berkata” seandainya kami mampu-untuk mewarnai rambut- tentu kami akan melakukannya. Akan tetapi hal itu membutuhkan tenaga dan biaya.”
Ayyuhal ikhwah
Aku belum pernah melihat Syaikh Utsaimin rahimahullah merebahkan badannya di tempat tidur kecuali beliau mengamalkan apa yang diwasiatkan oleh nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa beliau bersabda,
إذا أوى أحدكم إلىٰ فراشه فلينفض فراشه بداخلة إزاره، فإنه لا يدري ما خلفه عليه
” Apabila salah seorang dari kalian hendak barbaring di tempat tidurnya hendaklah ia kibas-kibas tempat tidurnya itu dengan sarungnya. Karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada tempat tidurnya setelah ia tinggalkan sebelumnya.”[2]
Syaikh mengkibas-kibaskan ujung baju atau yang lainnya pada tempat tidurnya dalam rangka melaksanakan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam ini.
Ayyuhal ikhwah..
Diantara sisi kehidupan Syaikh yang beliau senantiasa berusaha mengikuti nabi adalah sisi ibadah, terutama sholat beliau yang bisa dilihat oleh orang yang pernah sholat bersama beliau. Sholat beliau adalah contoh hidup dari pengamalan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits Malik bin Khuwairits, Nabi bersabda
صلوا كما رأيتموني أصلي
Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sedang sholat.[3]
Sunnah-sunnah nabi begitu terlihat pada gerakan-gerakan sholat beliau. Pada berdirinya, duduknya, rukuknya, sujudnya, bacaannya dan pada dzikirnya. Bukan saja pada saat beliau menjadi imam akan tetapi juga tatkala beliau sholat dimasjidnya dan sholat sendiri di rumahnya.
Pengagungan Syaikh terhadap sunnah tidak hanya terbatas pada hal-hal diatas. Akan tetapi dalam pendapat-pendapat ilmiyahnya, ijtihad dan tarjihnya beliau selalu memilih pendapat yang sesuai dengan Sunah Nabi. Beliau tidak perduli meskipun hal itu menyelisihi pendapat atau amalan beliau sebelumnya. Beliau selalu ruju’ kepada kebenaran tanpa ragu-ragu dan malu-malu.
Syaikh pernah memberitahukan bahwa dahulu beliau berpendapat tentang sunnahnya duduk istirahat dalam sholat. Akan tetapi setelah beliau meneliti dalil-dalil dan keadaan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam maka menjadi jelaslah bagi Syaikh bahwa Nabi melakukannya tatkala sudah lemah dan berusia lanjut. Dari itu Syaikh kemudian berkesimpulan bahwa disunnahkannya duduk istirahat tatkala sholat hanya bagi mereka yang membutuhkannya.
Diantara kejadian yang masih kami ingat adalah tatkala sholat gerhana yang pada waktu itu beliau berkhotbah dalam keadaan duduk. Pada kesempatan lain tatkala terjadi gerhana matahari, Syaikh berkhutbah dalam posisi berdiri. Beliau memulai khutbahnya dan dalam muqodimahnya, beliau mengatakan,” Dahulu aku berpendapat bahwa khutbah pada sholat gerhana itu dilakukan sambil duduk. Akan tetapi kemudian menjadi jelas bagiku bahwa sunnahnya adalah khutbah dilakukan sambil berdiri. Oleh karena itulah aku berdiri saat ini.”
Ayyuhal ikhwah..
Demikianlah sikap seorang Alim Rabbani yang telah menyerahkan kendali hidupnya kepada Allah dan rosulNya. Bukan keinginannya untuk mempertahankan pendapat apabila ternyata menyelisihi kebenaran. Keinginannya hanyalah ingin mengamalkan dan menampakkan sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dengan sebenarnya.
Ayyuhal ikhwah..
Syaikh Utsaimin menjunjung tinggi amalan sunnah, berusaha untuk menampakkannya dan mendakwahkannya meskipun itu bertentangan dengan pendapat manusia. Syaikh berusaha seperti itu pada saat manusia mengagung-agungkan pendapat madzhabnya dan tidak berani menyelisihinya sedikitpun. Dalam hal ini, Syaikh meniru jalan yang ditempuh gurunya, Syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di dan jalan Ssyaikh Abdullah bin Bazz rahimahumallah . Dalam menampakkan sunnah, beliau tidak peduli terhadap apapun apabila memang jelas itu adalah sunnah.
Meski demikian, Syaikh selalu menekankan untuk membedakan antara menampakkan sunnah kepada bukan orang alim yang ditokohkan dengan seorang ahli ilmi yang diikuti manusia perkataannya. Syaikh mewasiatkan para penuntut ilmu dan para duat supaya tetap bersikap lemah lembut dalam memasyarakatkan sunnah. Apalagi di negeri-negeri yang belum nampak pengamalan sunnah didalamnya.
Syaikh berkata -kepada ikhwah yang berdiskusi dengan beliau membahas tentang metode memasyarakatkan sunnah yang belum dikenal dinegeri-negeri mereka-,:
” Berlemah lembutlah kalian terhadap manusia. Mulailah dengan menjelaskan sunnah itu sendiri. Kemudian ajaklah mereka untuk mengikutinya. Apabila kalian melihat hati mereka telah lapang dan mau menerima ajakan kalian, maka tidak mengapa kalian mulai mengamalkan dan menampakkan sunah itu. Yang penting jangan sampai hal ini menyebabkan perpecahan atau menimbulkan kegelisahan mereka. Atau malah mengakibatkan ditolaknya kebenaran yang diserukan kepada mereka sementara kebenaran itulah yang lebih penting dan lebih besar”
Ayyuhal ikhwah..
Syaikh merasa bahwa beliau banyak dijadikan panutan oleh manusia . Hal ini sering beliau sampaikan.
Suatu ketika salah seorang yang ingin bertanya mendatangi beliau pada saat sedang sholat. Orang tersebut duduk menunggu selesainya Sholat syaikh. Setelah selesai, iapun bertanya tentang menggerakkan telunjuk pada tasyahud, kapan itu dilakukan? Dan bagaimana cara melakukannya ? maka Syaikhpun menjawabnya. Orang itu lantas berkata,” wahai Syaikh, aku telah menghitung gerakan telunjukmu dalam tasyahud sebanyak 17 kali.”
Syaikh mengomentari kisah ini bahwa ini adalah buah dari orang yang menampakkan sunnah. Manusia akan memperhatikan dan mudah untuk mengikuti hanya dengan melihatnya.
Demikianlah. Syaikh menjadikan sikap beliau dalam menampakkan dan menyebarkan sunnah sebagai bagian dari peribadatan kepada Allah taala.
Ayyuhal ikhwah..
Sungguh panjang cerita kehidupan Syaikh dengan sunnah. Aku hanya sedikit meringkas bagian-bagian penting yang berkilau untuk menjelaskan semangat beliau dalam menjalankan sunnah baik secara umum maupun pribadi.
Diantara bukti kesemangatan beliau dalam mengamalkan sunnah adalah keistiqomahan beliau dalam menjalankan puasa tiga hari setiap bulannya. Beliau tidak pernah terputus dalam mengamalkannya kecuali pada bulan sya’ban karena sakit. Yaitu sebulan lebih beberapa hari dari hari wafat beliau. Semoga Allah merohmati dan meninggikan derajat beliau.
Semangat Syaikh ini dalam rangka mengamalkan hadits dari Abu Hurairah, Abu Dzar dan Abu Darda. Nabi berwasiat kepada mereka bertiga untuk berpuasa 3 hari setiap bulannya.
Ayyuhal ikhwah..
Diantara pengamalan sunnah dalam kehidupan pribadi beliau adalah kebiasaan Syaikh dalam menjilati piring dan jemarinya tatkala selesai makan. Jarang sekali beliau beranjak dari tempat makannya kecuali beliau telah melakukan sunnah itu. Diriwayatkan dari Imam Muslim dalam shohihnya dari hadits jabir bin Abdullah bahwa nabi memerintahkan untuk menjilati jemari dan piring lantas beliau bersabda,
إنكم لا تدرون في أيه البركة
” Engkau tidak mengetahui dimanakah barakahnya.”[4]
Yaitu dibagian makanan manakah barokah itu berada?
Begitu pula kebiasaan yang dapat dilihat oleh orang yang mengenal dan bergaul dengan beliau. Yaitu kesemangatan beliau untuk duduk tatkala sedang minum. Beliau melakukan ini baik tatkala berada ditengah-tengah manusia maupun dalam kesendirian, dipasar maupun dimanapun beliau berada. Apabila hendak minum beliau duduk. Sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik dan Abu Said dari nabi bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam melarang minum sambil berdiri[5].Oleh karenanya syaikh begitu semangat untuk melaksanakan sunnah ini kecuali apabila beliau berudzur atau ada sebab yang menghalanginya.
Ayyuhal ikhwah..
Diantara kebiasaan syaikh untuk mengamalkan sunnah dalam kehidupan pribadi beliau adalah kebiasaan beliau dalam memakan 7 kurma pada pagi hari. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari hadits Saad bin Malik. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
من تصبح كل يوم بسبع تمرات عجوة لم يضره ذلك اليوم سم ولا سحر
“ Barangsiapa memakan 7 kurma ajwah pada pagi hari setiap harinya, maka tidak ada racun ataupun sihir yang dapat membahayakannya pada hari itu.”[6]
Syaikh berpendapat sebagaimana pendapat guru beliau syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di bahwa hadits tersebut tidak hanya berlaku pada kurma ajwah saja akan tetapi setiap kurma yang mudah didapatkan oleh setiap orang untuk memakannya.
Ayyuhal ikhwah..
Syaikh mempunyai kebiasaan agung pada setiap malam. Beliau tidak pernah menginggalkan Qiyamul lail baik pada saat mukim maupun safar. Beliau menggunakan sebagian malam untuk mendekatkan diri kepada Allah, bermunajat dan mengadukan segala permasalahan kepadaNya, memohon petunjuk dan pertolonganNya untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sesungguhnya Allah maha pemurah dan maha memberi, Dzat yang memberi segala sesuatu dengan sebaik-baik pemberian.
Syaikh bersemangat untuk qiyamul lail sesuai kemampuan. Beliau tidak punya jam-jam khusus atau beribadah selama satu jam lebih atau kurang. Semuanya disesuaikan dengan apa yang Allah mudahkan untuk syaikh. Meski demikan beliau selalu menjaga sholat di akhir malam.
Syaikh biasa menghabisakan sebagian malamnya untuk belajar, mengajar ataupun memenuhi sebagian hajat manusia. Meski demikian, hal ini tidak menghalangi beliau untuk beribadah kepada Allah di sebagian malamnya.
Aku tidak mengetahui syaikh tidur dalam keadaan tidak berwudhu. Beliau selalu berwudhu sebelum tidurnya. Kemudian melakukan sholat ringan baru kemudian menuju tempat tidurnya.
Apabila beliau belum bisa tidur lantaran kesibukan, keinginan, pikiran atau sebab lain yang mengganggu beliau maka beliau menyibukkan diri dengan bacaan al qur’an hingga mata beliau mengantuk. Beliau tidak hanya membolak-balikkan badannya sebagaimana kebanyakan orang akan tetapi beliau mengisinya dengan membaca al qur’an hingga beliau merasa mengantuk dan tertidur. ( bersambung….)
——————————————————————————–
[1] HR Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata hadits shohih.Abu Daud : Kitabut Tibb Bab fil armi bil kuhl hadits no 3878.Tirmidzi : Kitabuj janaaiz bab maa yustahabu minal akfaan hadits no 994 dan lafadz diatas adalah darinya.Ibnu Majah : Kitabuj Janaaiz Bab Maa Jaa Fiima Yustahabbu Minal Kafan, hadits no 1476.Albani berkata : Shohih
[2]Bukhari : kitabud da’waat hadits 6320.Muslim : Kitab Doa dan Taubat Bab “Maa Yaquulu ‘Indan Naumi Wa Akhdi Madhoji’i” Hadits no 2714
[3]Bukhari : Kitab Adzan Bab Adzan Bagi Musafir Apabila Mereka Berjamaah.Hadits no 631
[4]Muslim: Kitabul Usrah Bab disukainya menjilati jari dan bejana dan memakan makanan yang jatuh setelah membersihkannya dan dibencinya mengusap tangan sebelum dijilati. Hadits no 2033
[5]Muslim : Kitabul Usrah Bab dibencinya minum sambil berdiri hadits no 2024
[6]Bukhari Kitabut Tibb bab Ajwah sebagai obat sihir hadits no 5769